Aku dan Langit -->

Advertisement

Banner Iklan Sariksa

Aku dan Langit

15 Des 2009

memandang langit biru nan indah. Teriknya matahari di siang hari menambah malas diri ku untuk keluar rumah walau hanya sebentar. Kulihat buku-buku kuliah yang tersusun rapi dihiasi oleh debu yang semakin menebal diatas buku pertama. Yah, aku sudah hampir dua bulan tidak masuk kuiah. Alasan ku hanya sepele, yaitu karena jurusannya tidak aku inginkan, jurusan HI (hubungan Internasional). Aku tidak menyukainya. Walaupun dari pertama kali pendaftaran ulang aku sudah mengiyakan untuk mengambil jurusan tersebut. Tai, kenyataannya aku tak sekuat batu karang di laut. Hanya seminggu awal kuliah aku sudah tidak tahan dengan diskusi-diskusi panjang mengenai HAM, demokrasi, dan teman-temannya lah yang membuat aku benar-benar tidak tahan. Aku memang tipe orang yang tidak terlalu banyak bicara dan lebih menyukai bekerja secara konkret dibandinngkan harus duduk lama-lama tanpa ada iplementasi yang nyata.
Maka dari itu, setelah Ujian Tengah Semester (UTS) berlalu aku berniat untuk segera berhenti dan mengambil pendidikan informal. Namun, tanpa diharapkan dan terbnayangkan, teman-teman kelas ku bertamu kerumah ku. Mereka berharap agar aku tetap meneruskan kuliah, paling tidak hingga semester dua berakhir kemudian bisa mengambil jurusan yang aku inginkan. Awalnya aku menindahkan simpati yang diberikan oleh mereka. Namun, lambat laun gunung prinsip luluh secara perlahan-lahan. Gunung prinsip tersebut runtuh setelah melihat ayah ku yang semakin lama semakin bertambah usianya, dan aku adalah anak satu-satunya yang menjadi harapan kedua orang tua. Walupun kehidupan ku sendiri, sudah termasuk serba ada.namun, aku harus mengambil pengalaman ini menjadi sesuatu yang tidak akan pernah aku lakukan lagi dimasa yang akan datang. yah, dengan kerja keras dan semangat ku, aku yang dulunya seorang anak laki-laki tidak ada harapan dan tidak bertanggung jawab dalam menentukan pilihan. Kini menjadi tokoh politis terkemuka dan menjadi ayah yang bijak untuk kedua anaknya. Disamping itu, predikat politis terbijak di Indonesia telah diberikan masyarakat kepada ku. NB:Awali semua kegagalan sebagi pelajaran yang terbaik, bukan berputus asa yang menjadi jalan terbaik.