Ideologi merupakan bagian dari karakter akan
identitas sebuah bangsa. Sehingga apa yang didefinisikan oleh Destertt
de Tracy mengenai ideologi yang menurutnya adalah studi terhadap
pemikiran-pemikiran tertentu hanyalah sebuah bentuk sederhana dari
bagaimana masyarakat memahami apa itu ideologi.
Ketika kita berbicara mengenai ideologi maka terdapat dua elemen yang
perlu diperhatikan. Yang pertama adalah ideologi yang bersifat
struktural yaitu kondisi dimana ideologi dijadikan sebagai pembenaran
bagi penguasa, biasanya akan direpresentasikan dalam bentuk peratura.
Ideologi yang bersifat struktural ini sangat jelas terlihat di dalam
pemeerintahan orde baru.
Yang kedua adalah ideologi yang bersifat fungsional. Ideologi bersifat
fungsional adalah ketika ideologi dipahami sebagai sebuah nilai yang
memuat keuniversalitasan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata
lain di dalam ideologi yang bersifat fungsional ini tertuang ide
mengenai bentuk masyarakat yang ideal.
Sedangkan ideologi yang bersifat fungsional sendiri dibagi menjadi dua
yaitu ideologi fungsional doktriner dan ideologi fungsional pragmatis.
Ideologi fungsional doktriner dapat dilihat penggunaanya pada
negara-negara yang menganut sistem pemerintahna komunis seperti soviet
karena ide yang tertuang di dalamnya dirumuskan sangat detail dan
terperinci sehingga masyarakat harus mengikuti peraturan tersebut.
Yang berikutnya adalah ideologi fungsional pragmatis. Disebut pragmatis
karena ideologi yang akan disampaikan kepada masyarakat hanya konsep
umumnya saja tidak sedetail ideologi yang bersifat funsional doktriner.
Amerika adalah salah satu negara yang dapat menjadi rujukan karena
ideologi Amerika yang lebih condong kepada Liberalisme membatasi
kewenangan negara untuk memgatur masyarakatnya.
Matinya Ideologi di Indonesia
Menurut Franz Magnis Suseno (1991) Ideologi tidak hanya berbicara
mengenai ide atau gagasan tetapi ada dimensi lain yaitu internalisasi
pada individu atau kelompok sehingga ideologi tersebut menjadi ruh atau
jiwa bagi mereka dalam melakukan aktivitas. Hal senada juga diungkapkan
oleh Muhammad Ismail (1998) yang menyatakan bahwa ideologi terdiri dari
ide dan aturan sebagai sebuah metode agar dapat di terapkan didalam
masyarakat.
Oleh karena itu lah penulis mengawali tulisan ini dengan seebuah kalimat
ahwa ideologi merupakan bagian dari karakter sebuah bangsa. Terlepas
dari silang pendapat yang ada perlu rasanya kita melihat dua ideologi
besar dunia yaitu Sosialis dan Kapitalis. Dua ideologi ini lah yang
kemudian meenyebabkan etos kerja masyarakat Rusia dan Amerika menjadi
sangat tinggi, masing-masing bersaing satu sama lain.
Tetapi jika kita melihat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
ideologi hanya menjadi sebuah lambang ataupun simbol. Hal ini dapat
dilihat dari kebijakan yang diambil pemerintah dalam memutuskan suatu
permasalahan. Banyak kemudian kebijakan yang diambil pemerintah selalu
bertentangan dengan masyarakat pada umumnya.
Dapat kita lihat bersama bagaimana rencana pembangunan gedung baru
DPR-RI yang menelan biaya lebih dari satu triliun, kemudian kasus mafia
pajak bahkan skandal bail out bank century yang keduanya hingga kini tak
jelas bagaimana penyelesaiannya.
Permasalahan yang kerap menerpa bangsa ini adalah cerminan telah matinya
ideologi di dalam masing-masing individu khususnya pada tingkatan
pemerintah. JIka kita melihat pada awal terbentuknya NKRI maka para
pendiri bangsa ini memiliki karaketer yang kuat di dalam diri mereka
masing-masing. Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Natsir bahkan Tan
Malaka adalah orang-orang yang telah berhasil menjadikan ideologi sebagi
bagian dari diri mereka yang tak terpisahkan.
Pertentangan antara kelomok kanan dan kelompok kiri juga para nasionalis
di awal kemerdekaan adalah benar-benar konflik dalam menentukan hajat
hidup masyarakat Indonesia pada saat itu. Berbeda dengan kondisi bangsa
sekarang ini, pertentangan yang ada tak lebih dari praktek politik
praktsi yang kotor.
Pancasila dan masyarakat
Pancasila sebagai ideologi bangsa saat ini tidak lebih dari sebuh
lambang negara. Bahkan Pancasila pernah menjadi sebuah alat untuk
melanggengkan kekuasaan rezim. Sikap para elit politik yang terkebak
pada kepentingan pragmatis secara tidak langsung menarik masyarakat pada
batas apatis.
Masyarakat Indonesia saat ini membutuhkan tokoh ideologis sekelas
Soekarno, Hatta, ataupun Tan Malaka yang mana orientasi hidup mereka
dihabiskan sepenuhnya untuk memikirkan apa yang harus dilakukan oleh
bangsa ini agar dapat bersaing dalam tingkatan internasional.
Dan hal ini dapat dibentuk sejak dini baik di dalam keluarga maupun di
dalam sistem pendidikan yang ada. Di dalam keluarga seorang anak harus
dikenalkan pada nilai-nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat
Indoensia sehingga dia dapat menerima kemajemukan yang ada di dalam
masyarakat.
Sedagkan di tingkat pendidikan perlu adanya peninjaun kembali kurikulum
dan model pembelajaran di sekolah-sekolah. Realita yang ada saat ini
adalah kondisi dimana seorang siswa ditekankan untuk dapat mengahafalkan
pasal demi pasal dari undang-undang yang ada sehingga kepekaan siswa
menjadi tumpul.
Untik itulah perlu sebuah kurikulum pembelajaran dimana siswa dapat
berbaur langsung di dalam masyarakat. Konsep Kuliah Kerja Nyata (KKN)
di dalam Perguruan Tinggi dapat dijadikan rujukan, tentunya dalam porsi
yang berbeda, untuk dapat memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
Ideologi bukanlah sebuah teori atau ide-ide kosong. Ideologi adalah
karakter dari seorang individu yang akan membentuk identitas di dalam
masyarakat sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.