Matinya Ideologi Bangsa -->

Advertisement

Banner Iklan Sariksa

Matinya Ideologi Bangsa

20 Jul 2012

Ideologi merupakan bagian dari karakter akan identitas sebuah bangsa.  Sehingga apa yang didefinisikan oleh Destertt de Tracy mengenai ideologi yang menurutnya adalah studi terhadap pemikiran-pemikiran tertentu hanyalah sebuah bentuk sederhana dari bagaimana masyarakat memahami apa itu ideologi.
Ketika kita berbicara mengenai ideologi maka terdapat dua elemen yang perlu diperhatikan.  Yang pertama adalah ideologi yang bersifat struktural yaitu kondisi dimana ideologi dijadikan sebagai pembenaran bagi penguasa, biasanya akan direpresentasikan dalam bentuk peratura.  Ideologi yang bersifat struktural ini sangat jelas terlihat di dalam pemeerintahan orde baru.
Yang kedua adalah ideologi yang bersifat fungsional.  Ideologi bersifat fungsional adalah ketika ideologi dipahami sebagai sebuah nilai yang memuat keuniversalitasan dalam kehidupan bermasyarakat.  Dengan kata lain di dalam ideologi yang bersifat fungsional ini tertuang ide mengenai bentuk masyarakat yang ideal.
Sedangkan ideologi yang bersifat fungsional sendiri dibagi menjadi dua yaitu ideologi fungsional doktriner dan ideologi fungsional pragmatis.  Ideologi fungsional doktriner dapat dilihat penggunaanya pada negara-negara yang menganut sistem pemerintahna komunis seperti soviet karena ide yang tertuang di dalamnya dirumuskan sangat detail dan terperinci sehingga masyarakat harus mengikuti peraturan tersebut.
Yang berikutnya adalah ideologi fungsional pragmatis.  Disebut pragmatis karena ideologi yang akan disampaikan kepada masyarakat hanya konsep umumnya saja tidak sedetail ideologi yang bersifat funsional doktriner.  Amerika adalah salah satu negara yang dapat menjadi rujukan karena ideologi Amerika yang lebih condong kepada Liberalisme membatasi kewenangan negara untuk memgatur masyarakatnya.
Matinya Ideologi di Indonesia
Menurut Franz Magnis Suseno (1991) Ideologi tidak hanya berbicara mengenai ide atau gagasan tetapi ada dimensi lain yaitu internalisasi pada individu atau kelompok sehingga ideologi tersebut menjadi ruh atau jiwa bagi mereka dalam melakukan aktivitas.  Hal senada juga diungkapkan oleh Muhammad Ismail (1998) yang menyatakan bahwa ideologi terdiri dari ide dan aturan sebagai sebuah metode agar dapat di terapkan didalam masyarakat.
Oleh karena itu lah penulis mengawali tulisan ini dengan seebuah kalimat ahwa ideologi merupakan bagian dari karakter sebuah bangsa.  Terlepas dari silang pendapat yang ada perlu rasanya kita melihat dua ideologi besar dunia yaitu Sosialis dan Kapitalis.  Dua ideologi ini lah yang kemudian meenyebabkan etos kerja masyarakat Rusia dan Amerika menjadi sangat tinggi, masing-masing bersaing satu sama lain.
Tetapi jika kita melihat pada Negara Kesatuan Republik Indonesia maka ideologi hanya menjadi sebuah lambang ataupun simbol.  Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang diambil pemerintah dalam memutuskan suatu permasalahan.  Banyak kemudian kebijakan yang diambil pemerintah selalu bertentangan dengan masyarakat pada umumnya.
Dapat kita lihat bersama bagaimana rencana pembangunan gedung baru DPR-RI yang menelan biaya lebih dari satu triliun, kemudian kasus mafia pajak bahkan skandal bail out bank century yang keduanya hingga kini tak jelas bagaimana penyelesaiannya.
Permasalahan yang kerap menerpa bangsa ini adalah cerminan telah matinya ideologi di dalam masing-masing individu khususnya pada tingkatan pemerintah.  JIka kita melihat pada awal terbentuknya NKRI maka para pendiri bangsa ini memiliki karaketer yang kuat di dalam diri mereka masing-masing.  Tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Natsir bahkan Tan Malaka adalah orang-orang yang telah berhasil menjadikan ideologi sebagi bagian dari diri mereka yang tak terpisahkan.
Pertentangan antara kelomok kanan dan kelompok kiri juga para nasionalis di awal kemerdekaan adalah benar-benar konflik dalam menentukan hajat hidup masyarakat Indonesia pada saat itu.  Berbeda dengan kondisi bangsa sekarang ini, pertentangan yang ada tak lebih dari praktek politik praktsi yang kotor.
Pancasila dan masyarakat
Pancasila sebagai ideologi bangsa saat ini tidak lebih dari sebuh lambang negara.  Bahkan Pancasila pernah menjadi sebuah alat untuk melanggengkan kekuasaan rezim.  Sikap para elit politik yang terkebak pada kepentingan pragmatis secara tidak langsung menarik masyarakat pada batas apatis.
Masyarakat Indonesia saat ini membutuhkan tokoh ideologis sekelas Soekarno, Hatta, ataupun Tan Malaka yang mana orientasi hidup mereka dihabiskan sepenuhnya untuk memikirkan apa yang harus dilakukan oleh bangsa ini agar dapat bersaing dalam tingkatan internasional.
Dan hal ini dapat dibentuk sejak dini baik di dalam keluarga maupun di dalam sistem pendidikan yang ada.  Di dalam keluarga seorang anak harus dikenalkan pada nilai-nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat Indoensia sehingga dia dapat menerima kemajemukan yang ada di dalam masyarakat.
Sedagkan di tingkat pendidikan perlu adanya peninjaun kembali kurikulum dan model pembelajaran di sekolah-sekolah.  Realita yang ada saat ini adalah kondisi dimana seorang siswa ditekankan untuk dapat mengahafalkan pasal demi pasal dari undang-undang yang ada sehingga kepekaan siswa menjadi tumpul.
Untik itulah perlu sebuah kurikulum pembelajaran dimana siswa dapat berbaur langsung di dalam masyarakat.  Konsep Kuliah Kerja Nyata (KKN) di dalam Perguruan Tinggi dapat dijadikan rujukan, tentunya dalam porsi yang berbeda, untuk dapat memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
Ideologi bukanlah sebuah teori atau ide-ide kosong.  Ideologi adalah karakter dari seorang individu yang akan membentuk identitas di dalam masyarakat sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.