Gadis Kota Jerash -->

Advertisement

Banner Iklan Sariksa

Gadis Kota Jerash

9 Apr 2010

Darah, air mata, jerit pilu yang begitu menyayat tatkala kehilangan orang yang teramat dikasihi, peperangan, ledakan bom yang meluluhlantakkan gedung-gedung, perkebunan, dan jalan raya, adalah pemandangan yang sungguh sangat menyedihkan di negeri Pelestina beberapa waktu lalu.
Seluruh dunia ikut mengutuk tatkala Yahudi menyerang dengan teramat kejamnyabersama bala tentaranya. Seperti tak memiliki hati nurani lagi, mereka membunuh ribuan manusia tak berdosa.
Namun dalam isak tangis kepedihan, ada secercah se-nyum kebanggaan yang terpancar tatkala melihat kaum muslimin yang berperang membela harga diri dan ne-geri tercinta gugur dalam keadaan syahid.
Begitu bangganya mereka, hingga tak sedikit pun rasa takut menghampiri hati mereka tatkala mereka dihadapkan dengan maut. Syahid telah menjadi cita-cita agung yang terus berkobar hingga akhir zaman.
Begitu pula yang dirasakan oleh Paman Harun dan Bibi Nauroh dalam cerpen berjudul ‘’Gadis Kota Jerash’’ saat mengetahui kakak dan abang iparnya gugur sebagai syuhada dalam pertempuran melawan tentara Yahudi.Kesedihan yang mereka rasakan tak sebanding dengan kebanggan mereka terhadap perjuangan yang telah dilakukan saudaranya itu hingga Najma pun menjadi yatim piatu.
Paman Harun dan Bibi Nauroh merasa memiliki kewajiban untuk memelihara Najma menjadi anak yang salehah. Sayangnya kenyataan yang mereka hadapi tak sesuai dengan yang mereka harapkan.
Najma tumbuh menjadi anak yang sangat bertolak belakang dengan kedua orang tuanya yang bergelar syahid dan syahidah itu. Bahkan Najma tak mengakui bahwa ia memiliki darah Palestina. Ia lebih bangga bila semua orang mengetahui bahwa ia adalah gadis yang berasal dari kota Jerash.
Betapa Paman Harun dan Bibi Nauroh tak kuasa menahan kepedihan yang menusuk hati mereka. Apalagi saat mengetahui Najma yang ingin ‘’menjual dirinya’’ dengan mengikuti festival penari kota Jerash yang benar-benar telah membutakan hatinya oleh kemegahan Oval Plaza yang menjadi kebanggaan seluruh rakyat Yordania dan mata dunia itu. Najma benar-benar telah menodai pengorbanan kedua orang tuanya yang syahid dalam merebut Al-Quds melawan Yahudi, dan mengkhianati darah Palestina yang mengalir dalam dirinya. Ia tak peduli atas ketidaksetujuan Paman Harun dan Bibi Nauroh yang telah mengasuhnya sejak kecil di Yordania.
Lalu, jika sang Paman berkata bahwa ia terlalu mulia untuk sekadar menjadi seorang penari, lantas apakah yang lebih pantas untuknya?  Akankah suatu saat nanti hati Najma yang sekeras batu itu menjadi luluh dan tersadar hingga ia pun berubah menjadi seorang gadis yang santun dan ‘’menghijab’’ tubuhnya dari perbuatan maksiat? Atau ia tetap pada pendiriannya?
Gadis Kota Jerash adalah salah satu dari cerpen-cerpen pilihan dalam antologi kasih ini. Masih ada enam belas kisah lainnya yang diramu dalam kekuatan luka, air mata, perasan dan cinta. Semuanya dipersembahkan, untuk sebuah negeri yang masih tercabik, Palestina. Negeri Palestina yang penuh duka memang selalu menggoda para cerpenis untuk menuliskannya dalam karya.
Ini tentu bukan eksploitasi, tapi ungkapan solidaritas dan rasa peduli pada nasib sesama. Persembahan cerpen-cerpen yang indah sekaligus berurai air mata dalam buku ini mencoba mengetuk hati pembaca untuk ikut mendorong ‘’kemerdekaan’’ saudara-saudara kita di Palestina.