Siapa yang tidak kenal Bali atau sering disebut pulau wisata Bali?
Daerah ini memilki berbagai nilai keindaha atau wisata, hamper seluruh
wilayah di Bali memilki tempat sebagai objek wisata bali, banya orang
menyebutnya sebagai surganya para pelancong. Keindahan alam yang ada di
pulau bali tidak terlepas pada para penduduknya yang memiliki kesadaran
dan kreativitas tinggi untuk menjadikan potensi alam yang dimilikinya
menjadi sebuah tempat yang memanjakan para wisataan, hal ini terbukti,
tidak hanya keindahan alamnya yang terkenal di Bali, namun banyak hasil
kreasi masyarakat Bali yang menjadi daya tarik atau perhatian dari
berbagai wisatawan dari seluruh penjuru dunia, salah satu hasil kreasi
masyarakat bali dalam bentuk seni yaitu tarian tradisional, tarian
tradisional bali ini memiliki khas yang berbeda dengan tari tradisional
wilayah lainnya di Indonesia. Berikut tari tradisional Bali yang populer
:
Tari Baris Tunggal
Tari Baris merupakan salah satu tarian sakral yang digunakan oleh umat
Hindu di Bali sebagai pelengkap di suatu upacara keagamaan agama Hindu
di Bali. Sifat sakral dalam tari Baris ialah, bahwa tari ini merupakan
sebuah tarian untuk membuktikan kedewasaan seseorang dalam segi jasmani.
Kedewasaan seseorang pria dibuktikan dengan mempertunjukkan kemahiran
dalam olah keprajuritan yang biasanya disertai dengan kemahiran dalam
memainkan senjata perang. Maka dari itu, tari Baris selain merupakan
tarian sakral juga merupakan tari kepahlawanan. Adapun ciri khas dari
tari Baris ialah, pertama tari ini lebih menonjolkan ketegapan dan
kemantapan dalam langkah – langkah kaki serta kemahiran memainkan
senjata perang. Kedua, pakaiannya juga mempunyai corak yang khas, yaitu
penutup kepalanya bebebtuk kerucut, dan penutup badannya terdiri dari
baju panjang serta hiasan kain – kain kecil panjang yaitu awir dan
lelamakan.
Tari Baris terbagi menjadi 2 bagian, salah satunya adalah tari
Baris Tunggal. Tari baris tunggal merupakan tarian sakral yang digunakan
pada saat Upacara Pitra Yadnya yaitu Karya mamukur, dimana disini tari
baris tunggal berfungsi sebagai sarana penghatur punia atau persembahan
bagi para leluhur yang dihantarkan dengan mantra-mantra suci Sulinggih
dan alunan gamelan pengiring tari baris tunggal itu sendiri. Tari baris
tunggal merupakan tarian lepas yang dibawakan oleh seorang laki-laki,
dimana menggambarkan seorang prajurit gagah perkasa yang memiliki
kematangan jiwa dan kepercayaan dimana itu diperlihatkan dengan gerakan
tari yang dinamis dan lugas. Berbeda dengan tari Baris Tunggal sakral,
tari Baris Tunggal Profan juga biasanya ditampilkan sebagai tari lepas
dalam beragam pagelaran seni pertunjukan balih-balihan

Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah
kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara
kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan
oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat,
sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang
menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya.
Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau
Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Gajah,
Barong Asu (anjing), Barong Brutuk, serta Barong-barongan. Namun, di
antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan
wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan
tarian cukup lengkap.
Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa,
harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit,
potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat
daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru
bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala
dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang
memainkan kaki belakang dan ekor Barong.
Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang
biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang
dimainkan dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara
Barong dan Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti
Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para
pengikut Rangda.
Tari Barong memiliki keistimewaan yang terletak pada unsur-unsur
komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan.
Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan
untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya, tokoh
kera yang mendampingi Barong membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit
telinga lawan mainnya untuk mengundang tawa penonton.
Sementara itu, unsur mitologis terletak pada sumber cerita yang berasal
dari tradisi pra-Hindu yang meyakini Barong sebagai hewan mitologis yang
menjadi pelindung kebaikan. Unsur mitologis juga nampak dalam pembuatan
kostum Barong yang bahan dasarnya diperoleh dari kayu di tempat-tempat
yang dianggap angker, misalnya kuburan. Unsur mitologis inilah yang
membuat Barong disakralkan oleh masyarakat Bali. Selain itu, Tari Barong
juga seringkali diselingi dengan Tari Keris (Keris Dance), di mana para
penarinya menusukkan keris ke tubuh masing-masing layaknya pertunjukan
debus.
Tari Barong dapat disaksikan di beberapa tempat di Kabupaten
Gianyar, Bali, di antaranya di Pura Dalem Ubud yang biasanya mulai
dipentaskan pada jam 19.30 WITA, serta di beberapa sanggar seni di Desa
Batubulan yang dipentaskan pada jam 09.30 WITA.
Untuk menonton seni pertunjukan ini, wisatawan dapat menuju Desa
Batubulan melalui Kota Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali. Dari Kota
Denpasar, Batubulan berjarak sekitar 10 km atau membutuhkan waktu
sekitar 15 menit menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum
(taksi/mobil carteran). Sementara, jika wisatawan memulai perjalanan
dari Pantai Kuta atau kawasan Nusa Dua, dibutuhkan waktu + 45 menit.
Untuk menyaksikan pertunjukan Tari Barong, wisatawan domestik
maupun mancanegara dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per orang. Dengan
membayar tiket sejumlah itu, wisatawan juga akan memperoleh panduan
cerita pementasan dalam bentuk cetak dengan berbagai pilihan bahasa,
antara lain bahasa Indonesia, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, dan
Mandarin.
Selain menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan juga dapat menyewa jasa
travel untuk menonton tarian ini. Penyedia jasa travel umumnya telah
memiliki jadwal tetap pertunjukan Tari Barong di Desa Batubulan. Namun,
apabila ingin lebih leluasa dengan agenda wisata yang diinginkan,
wisatawan dapat menyewa mobil carteran dengan biaya sewa yang dihitung
per hari.
Kecuali menyaksikan pertunjukan tari, salah satu agenda wisata yang bisa
dilakukan di desa ini adalah berbelanja aneka cenderamata yang dijual
oleh toko-toko suvenir maupun galeri seni yang ada di sepanjang jalan di
Desa Batubulan. Benda-benda seni seperti patung maupun ukiran merupakan
cenderamata khas dari desa ini. Apabila memerlukan akomodasi dan
fasilitas seperti penginapan (losmen, hotel melati, maupun hotel
berbintang), warung makan, serta tempat hiburan malam, maka wisatawan
dapat menemukannya di kota terdekat, yaitu Kota Denpasar.

Tari Belibis
Tari ini diilhami oleh cerita Angling Dharma yang merupakan seorang
Raja. Pernah nonton Angling Dharma tidak dulu waktu masih disiarkan di
salah satu tv swasta? Sudah lupa ya? Hehe. Jadi, karena suatu hal ia
harus meninggalkan kerajaannya dan merantau dari satu daerah ke daerah
lain. Dalam pengembaraannya, Angling Dharma bertemu dengan seorang putri
raksasa pemakan manusia. Raksasa merasa khawatir rahasianya diketahui
oleh Angling Dharma, dikutuklah Angling Dharma menjadi seekor burung
Belibis yang hidup di air. Tarian ditarikan oleh perempuan secara
berkelompok (biasanya).
Tari Cendrawasih 
Tari ini mungkin bisa dibilang satu tipe dengan tari Manukrawa, tapi bedanya ini ditarikan oleh perempuan
yang
sudah remaja atau dewasa. Tarian ini menggambarkan sekelompok burung
Cendrawasih yang bertebrangan menikmati alam bebas, riang gembira,
bercanda, sambil memadu kasih. Tarian ini ditampilkan secara berkelompok
atau paling tidak dua orang. Indah banget kalau lihat tarian ini. :)
Kisah yang digambarkan di dalam tarian ini adalah menggambarkan
kelembutan serta kemesraan dari sepasang burung cendrawasih di
pegunungan Irian Jaya pada masa birahi saat menghiasi alam sekelilingnya
dengan tarian cinta mereka yang tersusun atas warna-warni pelangi
terpendar dalam rangkuman gerak mereka yang indah bagaikan penggalan
puisi para pujangga. Tari duet yang ditarikan oleh penari putri,
kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa
pose dan gerakannya dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan
interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan
tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan
memperjelas desain gerak yang diciptakan.
Tarian ini diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga
sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti
Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan
Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.
Tari Ciwa Nataraja
Ciwa Nataraja adalah manifestasi Siwa sebagai penari tertinggi alias
Dewanya penari. Gerakan Siwa merupakan pancaran tenaga prima yang
kemudian menyatu sehingga terciptalah alam semesta ini. Begitu menerut
kepercayaan orang Bali.
Tari Condong
Tarian ini bisa dibilang tarian yang cukup sulit dan durasinya
juga cukup lama. Sekitar 11 menit, atau lebih ya.. saya agak lupa
persisnya. Tarian ini adalah tarian klasik Bali yang memiliki
perbendaharaan gerak yang sangat kompleks yang menggambarkan seorang
abdi Raja.
Tari Condong adalah sebagai pelestarian budaya Bali dalam upaya
mengajegkan Bali. Awalnya tarian ini menampilkan dua penari yang
menyimbolkan dua bidadari dari sorga yaitu bidadari Supraba dan
Wilotama. Namun, dalam perkembangannya sekitar tahun 1930-an, muncul ide
seniman untuk melengkapinya tarian ini. Tarian ini menjadi lebih hidup
dengan mengisahkan suasana kerajaan yakni menampilkan tingkah polah sang
raja dan sang abdi.
Walaupun tarian ini merupakan tarian dasar yang harus dikuasai oleh
penari, hingga saat ini tak ada yang tahu siapa pencipta tarian klasik
ini.
Tari Gabor
Tari ini merupakan tarian wanita yang mirip dengan tari Pendet. Bahkan
sebenarnya tari ini hanya merupakan variasi lain dari tari Pendet, namun
pembendaharaan geraknya lebih banyak, diambil dari gerak-gerak tari
upacara seperti Rejang. Tari Gabor biasanya ditarikan oleh dua orang
penari wanita atau lebih. Tari ini diciptakan oleh I Gusti Raka (dari
Saba) seorang dosen ASTI Denpasar pada tahun 1969. Tarian yang sejenis
kemudian diubah oleh I Wayan Beratha guru SMKI Denpasar pada tahun 1970.
Pada tahun 1972 I Wayan Beratha menciptakan tarian yang sejenis yang
dinamakan tari Panyembrama
Tari Genjek
Tari Genjek adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang sampai
saat ini masih berkembang di Karangasem. Seni Genjek ini awalnya
merupakan salah satu seni karawitan, dimana penampilannya pada setiap
kesempatan tidak terlalu banyak menggunakan berbagai jenis instrumen
seperti yang terdapat pada seni kerawitan lainnya. Elemen yang paling
dominan dipakai dalam seni Genjek ini adalah elemen suara (vocal) yang
dikemas dalam bentuk tembang atau gending.
Disamping terdapat beberapa alat musik lain yang dipakai sebagai
pengiring, yang paling unik dalam penampilan seni Genjek ini adalah
adanya sarana lain yang menyertai, yang berupa minuman khas Bali, yaitu
tuak. Bermula dari acara kumpul-kumpul sambil minum arak dan tuak,
beberapa orang yang sudah hilang kendali dalam artian mabuk, mereka
mengeluarkan suara-suara yang tidak tentu dan akhirnya disahuti dengan
yang lainnya. Kesan senang dan gembira terpancarkan dari cara mereka
mengungkapkan kata-kata dengan berirama selayaknya sebuah lagu tersebut.
Sebagian orang lainnya akan menirukan suara musik sebagai pelengkap
dari genjek khususnya suara kendang dan kempul.
Kreativitas pun terus berjalan dengan masuknya para wanita yang ikut
menyanyi, supaya sahut-menyahut dalam lagu menjadi lebih hidup.
Tiba-tiba masuk pula alat tabuh angklung bambu (gerantangan) yang biasa
mengiringi tari joged. Maka seni genjek mengalami perjalanan yang
demikian cepat, dari seni mabuk menjadi seni koor khas Bali dengan irama
yang demikian enerjik. Apalagi unsur mabuknya kemudian berangsur
dihilangkan, serta masuknya tarian joged yang membuat tarian ini semakin
bervariasi.

Tari Gopala
Kata Gopala ini berasal dari bahasa Kawi, yang artinya penggembala. Tari
ini menggambarkan tingkah laku sekelompok penggembala Sapi di suatu
ladang penggembalaan. Ditarikan oleh laki-laki juga (biasanya yang saya
tahu laki-laki ya).
Tari Gopala merupakan tarian yang bertemakan kerakyatan yang
ditarikan sekelompok anak-anak atau remaja Putra, dimana tarian ini
digarap oleh I Nyoman Suarsa sebagai penata tari dan I Ketut Gede
Asnawa,MA sebagai penata tabuh, diambil dari penggalan cerita
pragmentari : “STRI ASADHU” Karya Ibu Ketut Arini,S.St. Tarian ini
diciptakan pada tahun 1983. Gopala adalah sebuah istilah dalam bahasa
Kawi yang berarti penggembala sapi. Tarian ini merupakan tari kelompok,
dan biasanya ditarikan oleh 4 sampai 8 orang penari putra. Dalam tarian
Gopala ini menceritakan aktivitas yang dilakukan oleh para pengembala
di ladang pertanian/sawah. Semua aktivitas tadi dituangkan kedalam
bentuk garapan tari misalnya: gerakan binatang sapi, memotong rumput,
menghalau burung, membajak sawah, menuai padi dan gerak lain-lainnya
yang berhubungan dengan aktivitas petani. Gerak tersebut di atas di olah
menjadi pola garap yang berbau baru dengan nuansa estetika kekinian.
Gerakan tari ini menjadi hidup apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh
dan semangat.
Tari Jauk

Tari
Jauk apabila ditinjau dari segi teknik gerak tarinya mirip sekali
dengan tari Baris. Tetapi dalam tari Jauk ini penarinya menggunakan
topeng Jauk dan gerakan tarinya bersifat improvisasi. Topeng Jauk selalu
berwarna menyala atau putih serta dengan mata melotot yang penuh
pandangan yang tajam sekali. Selain itu penari Jauk mengenakan sarung
tangan yang berkuku panjang. Apabila tari Jauk dipertunjukkan dalam
bentuk drama tari, yang cocok sekali ditarikan dengan tari Jauk ialah
peranan Rahwana dan Bima. Usia tari Jauk kemungkinan besar sama dengan
drama tari topeng yang lahir pada abad ke-XVII.
Tari Kecak
Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan
alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas
Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh
laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih)
penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu
menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah
Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun
demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang
penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi
dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan
harapan-harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain
kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para
penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh
Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak
digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada
kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman
Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan
bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat
berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Tari Kupu–Kupu
Tari Kupu-kupu melukiskan ketentraman dan kedamaian hidup sekelompok
kupu-kupu yang dengan riangnya berpindah dari satu dahan ke dahan yang
lain. Tarian ini merupakan tarian putri masal yang diciptakan oleh I
Wayan Beratha pada tahun 1960-an.
Tari Legong Lasem (Kraton)

Tari
ini sudah cukup banyak yang mulai mengenal ya. Kalau yang suka naik
travel Cipaganti (Jakarta-Bandung), pasti sering melihat di mobilnya ada
gambar penari Bali dengan kostum tari Legong Lasem (Kraton). Hehe.
Tarian ini berkisah tentang keinginan Raja Lasem untuk meminang
Rangkesari, putri kerajaan Daha (Kediri), namun ia berbuat tidak terpuji
dengan menculiknya. Mengetahui adiknya di culik, Raja Kediri menyatakan
perangdan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati lasem harus
menghadapi serangan burung garuda, namun Ia berhasil melarikan diri
tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan Raja Daha. Seru ya. :).
Tari ini adalah tari klasiknya Bali.
Legong merupakan kelompok tarian klasik Bali yang memiliki
pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur
tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari tari gambuh. Kata
Legong berasal dari kata "leg" yang artinya gerak tari yang luwes atau
lentur dan "gong" yang artinya gamelan. "Legong" dengan demikian
mengandung arti gerak tari yang terikat (terutama aksentuasinya) oleh
gamelan yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai mengiringi tari legong
dinamakan Gamelan Semar Pagulingan.
Legong dikembangkan di keraton-keraton Bali pada abad ke-19 paruh kedua.
Konon idenya diawali dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam
keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah
gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran pulih
dari sakitnya, mimpinya itu dituangkan dalam repertoar tarian dengan
gamelan lengkap.
Sesuai dengan awal mulanya, penari legong yang baku adalah dua orang
gadis yang belum mendapat menstruasi, ditarikan di bawah sinar bulan
purnama di halaman keraton. Kedua penari ini, disebut legong, selalu
dilengkapi dengan kipas sebagai alat bantu. Pada beberapa tari legong
terdapat seorang penari tambahan, disebut condong, yang tidak dilengkapi
dengan kipas.
Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari papeson, pangawak, pengecet,
dan pakaad.
Dalam perkembangan zaman, legong sempat kehilangan popularitas di
awal abad ke-20 oleh maraknya bentuk tari kebyar dari bagian utara Bali.
Usaha-usaha revitalisasi baru dimulai sejak akhir tahun 1960-an, dengan
menggali kembali dokumen lama untuk rekonstruksi.

Tari Manukrawa
Kalau merujuk pada kata ‘manuk’, pasti sudah bisa menebak bahwa tari ini
berhubungan dengan burung. Ya, tari ini menggambarkan sekelompok burung
rawa-rawa yang sedang bercanda ria sambil mencari makan. Tari ini
biasanya untuk anak kecil, bukan unuk dewasa. Secara, tarian ini ada
jongkok-berdiri nya, dan lumayan capek. Kalau orang dewasa, nanti
encok-encok. Hehe. Saya pribadi, sangat menyukai tarian ini, karena
gamelannya asyik sekali. Gerakannya juga lucu-lucu. Setahu saya,
sebelumnya tari ini dulunya adalah bagian dari tari Sendratari
Mahabrata. Yang pasti ini, nari ini harus berkelompok.
Tari Margapati
Tarian ini agak mirip dengan Panji Semirang. Tapi ceritanya berbeda.
Tarian ini menggambarkan seorang pemuda yang sangat gagah berani dan
pantang menyerah, dan dilukiskan sebagai raja binatang (Singa). Saya
suka tarian ini, terutama dalam memainkan mata. Banyak melototnya kalau
disini. Gerakannya tegas sekali. Margapati ini berasal dari kata ‘mrega’
yang artinya binatang, dan ‘pati’ yang artinya mati. Di tarian ini
terdapat gerakan-gerakan yang mencerminkan bahwa si raja hutan sedang
mengintai dan siap membinasakan mangsanya. Biasanya ditarikan oleh
wanita. sehingga wanita bisa juga jadi gagah.
Tari Pendet
Tarian ini sudah pasti tidak asing lagi ya di telinga Tari ini biasanya
(dan memang selalu) diajarkan paling pertama kali jika kita ingin
belajar tari Bali, karena tari Pendet ini semacam basic untuk bisa
menari tarian yang lainnya. dalam tarian ini, kalian akan mempelajari
gerakan-gerakan dasar tari Bali. Tari Pendet ini ditarikan sebagai tari
selamat datang untuk menyambut kedatangan para tamu dan undangan dengan
menaburkan bunga, dan ekspresi penarinya penuh dengan senyuman manis.
Namanya juga menyambut.
Pada awalnya, tarian ini ditujukan untuk ibadah di pura, yang
melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke dunia.
Tari Pendet diciptakan oleh dua orang maestro tari Bali yaitu I Wayan
Rindi dan Ni Ketut Reneng pada tahun 1950. Pada awalnya tari Pendet
merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadah
umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas
turunnya dewata ke alam dunia. Menurut tradisi Bali, para penari Pendet
haruslah gadis yang belum menikah, karena dalam tarian tersebut mereka
membawa saji-sajian suci untuk para dewa. Namun lambat-laun, seiring
perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah tari Pendet menjadi
"ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang
sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern pada tari ini adalah
I Wayan Rindi pada tahun 1967.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk
tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang
memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang,
pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis. Tarian ini diajarkan
sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar.
Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior
yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari
Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya
ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap
ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan
masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan
sesajen lainnya. Adapun orkes gamelan yang mengiringi tari Pendet ini
ialah gamelan gong, atau gamelan palegongan, atau gamelan semar
pagulingan. Tari Pendet merupakan tarian masal yang bisa dibawakan oleh
empat penari, enam penari, delapan atau lebih.
Tari Puspanjali

Tarian
ini merupakan tarian yang gemulai, tarian yang merupakan tarian
penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok puri. Gerakannya lembut
banget, ritmis, dan dinamis. Tarian ini banyak mengambil inspirasi dari
tarian-tarian upacara (rejang). Untuk tarian ini, sampai Ibu-Ibu pun
bisa kok menari ini. Karena memang gerakannya lembut banget.
Sangat-sangat feminim, bahkan kalau menurut saya, lebih feminim daripada
tari Pendet. Hehe. Oh, iya. Tari ini hanya sebentar sekali durasinya.
Bahkan mungkin yang paling cepat diantara tari-tari Bali lainnya. Kurang
lebih 5 menit saja.
Puspanjali (puspa = bunga, anjali = menghormat) merupakan sebuah
tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri (biasanya
antara 5-7 orang). Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yang
dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis, tarian ini banyak
mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara Rejang, dan menggambarkan
sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan
para tamu yang datang ke pulau mereka. Tari ini diciptakan oleh N.L.N.
Swasthi Wijaya Bandem (penata tari) dan I Nyoman Windha (penata tabuh
pengiring) pada tahun 1989.
Tari Rejang
Tari Rejang merupakan tarian wanita yang berbentuk tarian masal. Tari
ini juga merupakan tarian sakral dan yang menjadi persembahan kepada
para dewa ialah para penari itu sendiri. Maka dari itu para penari
Rejang haruslah gadis-gadis yang masih suci, bahkan sering dilakukan
oleh gadis kecil yang berumur enam tahun. Para penari dipimpin oleh
seorang pemangku yang menari paling depan. Di belakang pemangku para
penari Rejang berderet-deret menari sambil memegang seutas benang yang
dibawa oleh pemangku. Para penari Rejang terkadang menggunakan kipas
dalam tarian tersebut, namun sering juga tidak. Irama pada tarian Rejang
lambat sekali dan gerakan tarinya juga sangat sederhana. Sehingga tiap
gadis Bali dapat melakukannya. Tarian ini diadakan dipura pada malam
hari. Iringan gamelannya menggunakan gamelan semar pagulingan.
Tari Tenun
Tenun, tahukah anda? tarian ini menggambarkan putri-puri Bali yang
sedang menenun secara tradisional. Gerakan-gerakannya memvisualisasikan
proses memintal benang hingga menjadi kain. Seru kan? Gerakannya disini
cukup detil. Kalau tarian ini, terlihat sekali bagaimana lentiknya
jari-jari si penari Bali. Secara, gerakan-gerakan untuk
memvisualisasikan menenun ini lebih bermain pada jari.
Tari Tenun merupakan tari kreasi baru yang diciptakan oleh dua
orang seniman tari yaitu, Nyoman Ridet dan Wayan Likes pada tahun 1957.
Cerita yang diangkat dalam tari Tenun ini menggambarkan tentang
penenun-penenun wanita dari desa yang sedang membuat kain tenun dengan
alat-alat yang sangat sederhana sekali. Tari ini dimulai sejak para
penenun mulai memintal benang, mengatur benang pada alat tenun dan
diakhiri dengan menenun. Sebagian gerak-gerak dalam tari ini masih
mengacu pada unsur-unsur tarian klasik, namun sebagian lagi telah
ditambahkan dengan gerak-gerak imitatif. Gerak-gerak imitatif tersebut
terlihat pada saat penenun mengerjakan pekerjaannya, misalnya sedang
memintal benang dan menenun.
Tari Trunajaya

Tarian
ini berasal dari Bali Utara yang melukiskan gerak-gerik seorang pemuda
yang menginjak dewasa dan sangat emosional. Tarian ini semula diciptakan
oleh Pak Wandres dalam bentuk Kebyar Legong dan akhirnya disempurnakan
oleh I Gde Manik. Tarian ini bisa juga kok ditarikan oleh perempuan.
Hehe. Gerakannya juga lumayan kompleks.
Tari Wiranata
Tari ini menggambarkan kisah seorang perwira kerajaan yang oke punya dan
gagah banget, dimana terlukis dalam gerak-geriknya yang dinamis dan
penuh keagungan.
Tari Wirayuda
Kalau tarian ini adalah tarian kreasi baru yang menggambarkan
ketangkasan olah senjata para prajurit dalam menghadapi peperangan. Nah,
kalau tari ini, ditarikan oleh laki-laki 3-5 orang juga cukup, dengan
bersenjatakan tombak.